Sejak bergulir nama George Toisutta untuk pertama kalinya, saya tertarik untuk merasa mendukung dalam hati meski saya bukanlah pengggemar bola, apalagi sampai berkomentar tentang organisasi yang menaunginya. Pada awal mendengar nama George Toisutta ada rasa untuk berharap rotasi persepakbola-an negeri ini membaik dan mencapai prestasi maksimal.
Perasaan mendukung dalam hati tidak berlangsung lama, sekian kali mengikuti perkembangan dengan berbagai argumen “ngotot” George Toisutta dan pendukungnya maka semakin bertambahlah keyakinan saya bahwa kubu mereka tidak berniat membangun PSSI, namun lebih pada ambisi kelompok dalam meraih pucuk impinan PSSI. Entah apa yang mereka inginkan, tidak sadarkah mereka tanpa menjadi ketua PSSI jika memang berkomitmen membangun akan tetap ada jalan lain yang lebih baik, lebih arif dan lebih dari sekedar rebuatn bersuara dalam kongres.
Bagi saya, dan juga bagi banyak orang jika ingin membangun PSSI apakah harus menjadi ketua umum?, nonsense!! Kejenuhan penghuni bangsa besar ini adalah membanjirkan argument politik, seolah-olah berjuang demi kebaikan bersama, toh pada dunia yang sebenarnya tidak demikian. teriakan mereka, interupsi saat kongres mereka, dan perjuangan untuk meloloskan nama George Toisutta samasekali ukan cerminan demi kebaikan bersama, akan tetapi kebaikan komunitas mereka saja.
Kemarin (Jum’at, 20/5), Kongres PSSI yang digelar di Hotel Sultan berakhir tanpa keputusan. Satu hal yang patut dan layak disayangkan, adanya pihak luar yang “sok pahlawan“ dengan topeng memperjuangkan hak bagi salah satu pasangan calon yang jelas-jelas di tolak oleh FIFA dengan alasan telah terlibat dalam kerusuhan dan kegagalan pelaksanaan kongres pertama. Keputusan FIFA melarang semua calon pada kongres pekanbaru adalah tepat, hal tersebut sebagai pereda kondisi kongres kedua yaitu saat ini. Tapi apa hasil, terbukti manusia dengan miskin narasi kebaikan akan tetap bertahan demi memenuhi hasrat pribadi sebagai penguasa. Serakah!
Bukankah militer telah memiliki tugas yang lebih berat dari sepakbola, kenapa memilih memimpin perang di lapangan sempit, hanya satu alasan yang saya ajukan, yakni malas. Kisruh yang terjadi justru memperburuk citra Indonesia di mata Dunia, tentu mudah untuk menebak jika FIFA selaku otoritas sepakbola dunia akan menjatuhkan sanksi bagi sepakbola Indonesia.
Aneh, lucu dan hampir menyerupai sinetron, kelompok 78, siapa mereka dan visi apa yang membuat teriakan mereka lantang untuk seorang George Toisutta. Saya lebih yakin jika George Toisutta memimpin, bukan prestasi yang di dapat, tapi debat kusir di lapangan hijau hingga peluit panjang wasit berbunyi.
(http://olahraga.kompasiana.com/bola/2011/05/21/george-toisutta-hancurkan-pssi/)
Jumat, 20 Mei 2011
George Toisutta Hancurkan PSSI
16.11
LINTAS SAINS
No comments
0 komentar:
Posting Komentar