Minggu, 07 November 2010

INDONESIA DAN JEPANG TANGANI TSUNAMI


Jepang dan Indonesia memiliki persamaan yaitu terletak di kawasan rawan bencana, baik tsunami dan gempa. Bedanya, Jepang menanggulangi bencana dengan optimal. Caranya?

JEPANG

Jepang memiliki beberapa organisasi yang menangani bencana alam diantaranya Japan Metorological Agency (JMA), Geology Survey Japan (GSJ) dan Earth Remote Sensing Data Analysis Center (ERSDAC).

Sebagai badan utama, JMA mengoperasikan jaringan pengamatan gempa berupa 200 alat seismograf dan 600 seismik intensif. Mereka juga mengumpulkan data dari 3.600 alat pengukur seismik yang dikelola pemerintah daerah dan National Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention (NIED). Data ini juga masuk di bagian Earthquake Phenomena Observation System (EPOS) di Tokyo dan Observatorium Meteorologi di distrik Osaka.

Ketika gempa terjadi, JMA segera mendapatkan informasi mengenai hiposenter, magnitudo gempa dan intensitas seismik. Jika intensitas gempa lebih besar dari tiga, lembaga ini segera mengeluarkan laporan gempa. Informasi biasanya keluar kurang dari setengah menit setelah gempa.

Selanjutnya, informasi diberikan kepada pejabat pencegahan bencana melalui jaringan komunikasi khusus untuk mencapai masyarakat di sektiar gempa lewat pemerintah daerah dan media. Bagi Jepang, informasi ini berperan sangat penting untuk memulai operasi penyelamatan terkait gempa dan dampak lanjutan, tsunami misalnya. Intensitas gempa di Jepang menggunakan skala 1 sampai 7 dengan nilai 7 tertinggi.

Sistem Peringatan Dini Gempa Jepang memberikan pengumuman perkiraan intensitas seismik dan estimasi perkiraan waktu kedatangan gerak pokok pada saat gempa awal terjadi. Estimasi ini didasarkan pada analisis segera fokus gempa dan gelombang besar dengan menggunakan data yang diperoleh dari seismograf di dekat pusat gempa.

Sistem Peringatan Dini Gempa ditujukan untuk mengurangi kerusakan gempa terkait dengan tindakan pencegahan yang memungkinkan seperti segera memperlambat kereta, mengendalikan lift untuk menghindari bahaya dan memungkinkan orang untuk dengan cepat melindungi diri di berbagai lingkungan seperti pabrik, kantor, rumah dan dekat tebing.

Untuk tsunami sendiri, setelah Gempa, JMA langsung memperkirakan kemungkinan tsunami dari data observasi seismik. Jika tsunami mungkin terjadi di daerah pesisir, JMA mengeluarkan peringatan Tsunami sekitar dua menit setelah gempa. Jika tsunami terjadi di wilayah yang jauh, JMA akan melakukan koordinasi langsung dengan Pacific Tsunami Warning Center di Hawaii.

Di Jepang, wilayah paling berbahaya adalah kawasan gempa Tokai, biasanya gempa berkekuatan di atas 8 SM. Ini terletak di daerah Suruga Bay. Mekanisme yang mereka lakukan sangat terperinci di mana setiap badan harus tahu seluruh kejadian saat berlangsung.

Persiapan detil memang harus dilakukan mengingat Jepang memiliki 108 gunung vulkanik aktif dengan sekitar 15 gempa vulkanik setiap tahun.

INDONESIA
Indonesia dinilai sebagai negara yang paling maju dalam kesiapan menghadapi bencana tsunami dibandingkan dengan negara-negara lain yang rawan bencana alam tersebut.

"Dalam sistem kesiapsiagaan masyarakat dan pendidikan publik, Indonesia yang paling maju, bahkan dapat menjadi rujukan bagi negara-negara di Samudera Hindia. Sistem peringatan dini tsunami Indonesia juga yang paling kompleks," kata Deputi Jasa Ilmiah LIPI, Jan Sopaheluwakan, di Jakarta, Senin.

Penilaian itu dilakukan oleh komunitas Tsunami Warning System (TWS) dunia dan TWS Samudera Hindia, juga berdasarkan penilaian resmi yang akan dilakukan oleh IOC (International Oceanographic Committee)-UNESCO, melalui Intergovermental Coordination Group of Indian Ocean TWS (ICG-IOTWS) yang dipimpin Jan.

"Indonesia melibatkan 16 instansi dalam urusan sistem peringatan dini tsunami (tsunami early warning system/TEWS), yang masing-masing punya tanggung jawab yang kemudian terintegrasi dalam satu sistem," katanya.

Sebanyak 16 instansi tersebut dari mulai BMG untuk koordinasi sistem, BPPT untuk pembuatan dan penempatan buoy (pelampung) tsunami, LIPI yang memberikan pelatihan evakuasi bencana gempa dan tsunami, Bakosurtanal membuat pemetaan bencana hingga pemerintah daerah untuk urusan operasional ketika bencana.

Jan mengatakan, pada akhir 2009, sebanyak 28 negara yang tergabung dalam Indian Ocean Wave, yakni negara-negara Asia Pasifik yang terkena dampak tsunami pada 26 Desember 2004, akan melakukan simulasi evakuasi bencana tsunami secara serempak.

Ketua IOC itu mengatakan, dalam kesempatan itu setiap negara menguji semua sistem peringatan dini tsunaminya, dari mulai saat ditentukan terjadi gempa, kemudian kesiapan menghadapi tsunami yang terus merambat ke berbagai tempat di sepanjang samudera Hindia.

Rencana tersebut dibahas dalam pertemuan IOC-ICG-IOTWS pada 10-11 April 2008 di Kuala Lumpur. Saat itu delegasi Indonesia dipimpin deputi Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek Kementerian Ristek Idwan Suhardi.

Sebelumnya Idwan menuturkan, India sempat menyatakan paling siap menjadi penyedia informasi bila terjadi tsunami dan mengusulkan negaranya sebagai pusat informasi tsunami, namun ditolak banyak negara lain.

Indonesia sebagai yang paling maju dalam TWS mengusulkan informasi tsunami dipusatkan di setiap negara yang kemudian disatukan dalam jaringan, ujarnya.

Pada pertemuan di Brussel 2008, sistem yang diusulkan Indonesia itulah yang kemudian dipakai.

"Indonesia akan siap penuh dalam sistem TWS ini pada November 2008 ini," tambah Jan.
SUMBER: LINTAS BERITA

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution